Sektor manufaktur Afrika sedang mengalami transformasi yang signifikan ditahun 2025 ini. Benua yang selama ini dikenal sebagai sumber bahan mentah kini mulai menunjukkan potensi besar sebagai kekuatan manufaktur global yang baru. Perkembangan ini tidak hanya mengubah lanskap ekonomi Afrika, tetapi juga membuka peluang baru dalam perdagangan internasional, termasuk dengan Indonesia beserta negara Asia Tenggara lainnya.
Transformasi sektor manufaktur Afrika menjadi sangat penting karena industri ini memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja bagi sejumlah besar pekerja dengan keterampilan rendah, yang sangat penting untuk mengurangi kemiskinan. Dengan populasi yang terus bertumbuh dan kebutuhan akan industrialisasi yang mendesak, Afrika kini berada di titik kritis untuk merealisasikan potensi manufakturnya.
Mengapa Afrika Menjadi Sorotan Baru Dunia Manufaktur?
Afrika bukanlah wilayah baru dalam perdagangan global. Susunan negara Afrika yang lebih banyak didominasi negara miskin dan berkembang membuatnya lebih dikenal sebagai eksportir bahan mentah.
Meski demikian, kini dengan dorongan kuat dari pemerintah, lembaga internasional, serta swasta global, banyak negara Afrika yang mulai mengambil posisi baru dalam rantai nilai global (Global Value Chains/GVC) sebagai produsen produk olahan dan barang jadi.
Baca Selanjutnya: Kebijakan Perdagangan Internasional Terbaru Indonesia
Beberapa faktor yang mendorong percepatan ini antara lain:
Bonus Demografi dan Biaya Tenaga Kerja yang Kompetitif
Afrika memiliki populasi penduduk muda terbesar di dunia, dengan lebih dari 60% warga negaranya berusia di bawah 25 tahun. Banyaknya penduduk berusia muda tentunya membuat mereka menjadi tenaga kerja potensial yang murah, siap kerja, dan memiliki jumlah besar. Hal ini tentunya menjadi daya tarik utama bagi industri padat karya seperti tekstil, sepatu, dan elektronik ringan.
Kekayaan Sumber Daya Alam untuk Hilirisasi
Negara-negara seperti Republik Demokratik Kongo, Zambia, dan Guinea menyimpan cadangan besar logam penting seperti kobalt, tembaga, dan bauksit. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negaranya, banyak dari mereka yang tidak lagi mengekspor bahan baku mentah, melainkan mulai membangun fasilitas pengolahan di dalam negeri.
Inisiatif Perdagangan Intra-Afrika: AfCFTA
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, banyak negara yang berada di dalam benua Afrika bekerja sama untuk mendirikan kawasan perdagangan bebas yang disebut African Continental Free Trade Area (AfCFTA).

Perjanjian AfCFTA sendiri merupakan salah satu proyek unggulan dari Agenda 2063 African Union: The Africa We Want serta menjadi tonggak penting dalam integrasi ekonomi Afrika. Dengan menghapus tarif antarnegara anggota dan menyederhanakan prosedur logistik, AfCFTA membuka akses bagi pelaku industri untuk menjangkau pasar benua secara luas dan efisien.
Pembangunan Kawasan Industri Terpadu
Beberapa negara seperti Ethiopia, Kenya, Rwanda, Nigeria, dan Ghana juga gencar membangun zona ekonomi khusus yang menawarkan infrastruktur siap pakai, insentif pajak, dan fasilitas ekspor untuk investor asing. Pengembangan zona ekonomi khusus yang dilakukan sendiri bervariasi, tergantung fokus dari masing-masing negara.
Sebagai contoh, Kenya sedang dalam proses pembangunan Konza Technopolis yang merupakan Science Park dan Area Inovasi untuk mendorong sains, inovasi dan teknologi dalam proyek kota pintar terbesar di Afrika. Sedangkan Ghana membangun zona ekonomi khusus industri manufaktur dengan fokus pada komersialisasi komoditas tekstil, kakao serta manufaktur.
Perkembangan dan Tren Terkini Sektor Manufaktur Afrika
Kebangkitan Industri Manufaktur Pasca-2000an
Setelah mengalami periode de-industrialisasi hingga tahun 2000-an, wilayah Afrika yang terletak di Selatan Gunung Sahara (Afrika Sub-Sahara) kini menunjukkan tren pemulihan yang membanggakan. Perubahan ini menandai era baru dalam ekonomi Afrika, di mana negara-negara di benua ini mulai mengembangkan kapasitas manufaktur mereka sendiri alih-alih hanya mengandalkan ekspor komoditas mentah.
Proyeksi sektor manufaktur di masa depan juga menunjukkan optimisme yang tinggi. Estimasi menunjukkan peningkatan yang stabil dalam ukuran sektor jasa Afrika menjadi 58% pada tahun 2043, dengan manufaktur meningkat menjadi 22% dan pertanian menurun menjadi 6%. Afrika Utara sendiri saat ini menjadi wilayah paling terindustrialisasi di Afrika, dengan sektor manufaktur yang berkontribusi 18% terhadap PDB pada tahun 2019.
Tantangan yang Dihadapi pada 2025
Meskipun menunjukkan tren positif, para pemimpin industri sedang bergulat dengan berbagai tantangan yang mengancam untuk memperlambat kemajuan, mulai dari gangguan rantai pasokan hingga kekurangan keterampilan dan kendala energi. Tantangan-tantangan ini mencakup defisiensi infrastruktur, keterbatasan akses terhadap pembiayaan, dan kebutuhan akan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Namun, tantangan ini juga membuka peluang bagi kerja sama internasional. Negara-negara dengan pengalaman manufaktur yang kuat seperti Indonesia dapat berperan sebagai mitra strategis dalam transfer teknologi, investasi serta pengembangan kapasitas.
Keberadaan Afrika dalam Global Value Chains (GVC)
Performa Saat Ini dan Peluang Masa Depan
Saat ini, performa Afrika yang relatif lemah dalam perdagangan rantai nilai global (rata-rata 8% dari PDB, dibandingkan dengan 11% di negara berkembang Asia dan 14% di negara-negara berpendapatan tinggi selama 2000-2015) sebenarnya memberikan ruang yang besar untuk pertumbuhan. Posisi ini menunjukkan bahwa Afrika memiliki potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal dalam global value chains.
Namun, posisi ini juga memiliki sisi positif. Ketergantungan yang lebih rendah terhadap rantai pasokan global membuat Afrika lebih tahan terhadap guncangan eksternal, seperti yang terlihat selama pandemi COVID-19. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi Afrika untuk membangun strategi integrasi yang lebih selektif dan berkelanjutan.
Peluang Integrasi dengan Asia Tenggara
Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya memiliki pengalaman yang lebih kaya dalam proses integrasi ke dalam global value chains. Asia Tenggara kini muncul sebagai hub manufaktur global, menghadirkan peluang bagi perusahaan logistik. Pengalaman tersebut tentunya dapat menjadi pembelajaran berharga bagi Afrika guna mengembangkan strategi integrasi yang efektif.
Kerja sama antara Afrika dan Indonesia dapat mencakup berbagai aspek, mulai dari transfer teknologi, pengembangan sumber daya manusia, hingga pembangunan infrastruktur. Indonesia dengan keahliannya dalam industri seperti tekstil, elektronik, dan produk olahan dapat menjadi mitra strategis dalam pengembangan sektor manufaktur Afrika.
Peluang Kerja Sama Manufaktur Indonesia dan Afrika
Kolaborasi Ekonomi
Indonesia dan Afrika memiliki karakteristik ekonomi yang saling melengkapi. Indonesia memiliki keunggulan teknologi dan pengalaman dalam industrialisasi dapat berkolaborasi dengan Afrika yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan pasar yang besar. Kolaborasi ini dapat menciptakan sinergi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Beberapa sektor yang memiliki potensi kerja sama tinggi antara lain industri pengolahan makanan, tekstil, elektronik, dan produk kimia. Indonesia dapat menjadi investor dan memberikan transfer knowledge pada mitra terpilih, sementara Afrika dapat menyediakan bahan baku dan akses pasar yang luas.
Strategi Investasi dan Perdagangan
Untuk memaksimalkan peluang kerja sama, diperlukan strategi yang komprehensif yang mencakup investasi langsung, joint ventures serta pengembangan infrastruktur. Pemerintah kedua belah pihak perlu menciptakan framework yang mendukung kerja sama ini, termasuk perjanjian perdagangan yang menguntungkan dan mekanisme pembiayaan yang fleksibel.
Peluang sektor manufaktur negara Afrika tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Benua ini perlahan namun pasti membangun posisinya sebagai pusat produksi baru dunia. Bagi Indonesia, penting untuk melihat Afrika bukan sebagai pesaing semata, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam rantai pasok global yang baru.
Dengan pendekatan yang kolaboratif, didukung data perdagangan yang akurat dan pemahaman menyeluruh tentang tren GVC, pelaku usaha Indonesia dapat menemukan target pasar baru. TradeInt siap menjadi bagian penting dari pelaku bisnis Indonesia dalam mendalami proses tersebut.
Bersama TradeInt dari Trade Intelligence Global Indonesia, kami hadir sebagai solusi terpercaya bagi pelaku usaha yang ingin melangkah lebih jauh di pasar internasional. Dengan dukungan data ekspor-impor lintas negara, insight berbasis teknologi, dan visualisasi pasar yang komprehensif, TradeInt membantu Anda mengambil keputusan yang lebih cepat, tepat, dan berbasis informasi nyata.
Platform TradeInt hadir dengan berbagai fitur fungsional yang mudah digunakan seperti informasi detail dari Bill of Lading (B/L), informasi pengiriman barang dari seluruh pelabuhan di dunia, hingga data ekspor impor komoditas produk tertentu. Semua informasi yang tersedia di TradeInt juga didapatkan dari sumber terpercaya dan rutin diperbarui.
Ingin tahu bagaimana Trade Intelligence Indonesia bisa membantu bisnis Anda lebih jauh? Hubungi kami untuk dapatkan demo gratis secara langsung dengan tim kami!