Dengan kekayaan alam yang beragam, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Meski demikian, awal Januari 2025 silam Indonesia diketahui mendapatkan perlakuan kurang adil dari produk minyak sawit yang diekspor ke Uni Eropa. Apa saja diskriminasi Uni Eropa atas minyak sawit Indonesia? Baca selengkapnya di bawah ini!

Diskriminasi Uni Eropa atas Minyak Sawit Indonesia
Minyak sawit merupakan salah satu produk komoditas yang banyak digunakan untuk bahan pangan maupun non-pangan. Dalam kehidupan sehari-hari, Anda pasti menggunakan barang yang terbuat dari minyak sawit.
Contoh olahan minyak sawit untuk bahan pangan antara lain seperti minyak goreng, margarin dan juga krimer kopi. Sementara untuk olahan non-pangan, minyak sawit banyak diolah menjadi sabun, kosmetik, lilin hingga pelumas kendaraan. Oleh sebab itu, wajar jika minyak sawit menjadi salah satu komoditas ekspor terbesar dari Indonesia ke dunia.
Indonesia sendiri banyak mengekspor produk minyak sawit ke berbagai negara seperti Tiongkok, India, Pakistan dan juga Uni Eropa (UE). Meski demikian, baru-baru ini diketahui bahwa telah terjadi diskriminasi Uni Eropa atas minyak sawit buatan Indonesia.
Diskriminasi ini dilakukan Uni Eropa dengan memberikan perlakuan kurang adil terhadap produk minyak sawit dari Indonesia. UE diketahui memberikan keuntungan terhadap produk lain seperti rapeseed dan juga bunga matahari dan kedelai.
Penggunaan produk minyak sawit sendiri memang mendapatkan banyak pro-kontra di Uni Eropa, karena sifat minyak sawit sendiri yang memang tidak sustainable, mengakibatkan lahan yang sudah ditanami oleh minyak sawit tidak bisa digunakan untuk ditanami tumbuhan lainnya. Meski demikian, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan bahwa Indonesia justru melihat pengambilan keputusan ini sebagai bentuk tindakan proteksionisme dengan dalih menggunakan isu kelestarian lingkungan yang sering dibicarakan oleh Uni Eropa.
Panel WTO juga menilai UE gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) serta ada kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam RenewableEnergy Directive (RED) II.
Oleh sebab itu, UE diwajibkan untuk menyesuaikan kebijakan di dalam Delegated Regulation yang dipandang Panel melanggar aturan WTO.
Langkah Selanjutnya yang diambil Indonesia
Indonesia sendiri diketahui telah menggugat Uni Eropa pertama kali di WTO dengan nomor kasus DS593: European Union-Certain Measures Concerning Palm Oil and Oil Palm Crop-Based Biofuels pada tahun 2019 silam.

Gugatan yang dimaksud mencakup kebijakan RED II dan Delegated Regulation UE, serta kebijakan Prancis yang menjadi hambatan akses pasar kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel. Hambatan tersebut terkait pembatasan konsumsi biofuel berbahan baku kelapa sawit sebesar 7 persen, kriteria (high ILUC-risk), dan ketentuan penghentian penggunaan biofuel berbahan baku kelapa sawit secara bertahap (phase out).
Sebagai lanjutan dari gugatan Indonesia yang dimenangkan oleh panel WTO, maka jika tidak ada keberatan dari para pihak yang bersengketa, panel report akan diadopsi dalam kurun waktu 20-60 hari setelah disirkulasikan kepada Anggota WTO, sehingga laporan tersebut bersifat mengikat kepada Indonesia dan UE. UE kemudian akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mematuhi kewajibannya sesuai putusan Panel WTO.
Pemerintah Indonesia juga akan turut memonitor secara ketat implementasi perubahan regulasi dari Uni Eropa sesuai ketentuan yang telah disetujui di panel WTO. Di saat yang bersamaan, Pemerintah Indonesia akan terus berupaya untuk membuka akses pasar produk sawit Indonesia di pasar UE melalui berbagai forum perundingan.
Langkah pembuktian ini menunjukkan posisi kuat Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Dengan pembuktian diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa ini, diharapkan WTO dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat demi mencegah hal yang sama terjadi kedepannya.
Tertarik untuk memperbesar cakupan usaha Anda ke luar negeri namun bingung harus mulai darimana? Trade Intelligence Indonesia hadir untuk membantu Anda. Dengan produk TradeInt dari Trade Intelligence Indonesia, Anda bisa mendapatkan berbagai informasi perdagangan internasional penting, untuk pengambilan keputusan yang lebih terpercaya.
Platform TradeInt hadir dengan berbagai fitur fungsional yang mudah digunakan seperti informasi detail dari Bill of Lading (B/L), informasi pengiriman barang dari seluruh pelabuhan di dunia, hingga data ekspor impor komoditas produk tertentu. Semua informasi yang tersedia di TradeInt juga didapatkan dari sumber terpercaya dan rutin diperbarui.
Ingin tahu bagaimana Trade Intelligence Indonesia bisa membantu bisnis Anda lebih jauh? Hubungi kami untuk dapatkan demo gratis secara langsung dengan tim kami!