Proteksionisme atau kebijakan proteksionis merupakan langkah yang diambil sebuah negara untuk melindungi industri domestik dari persaingan asing. Di tengah gempuran produk impor dengan harga yang sangat murah seperti dari Tiongkok, penting bagi sebuah negara untuk memastikan industri domestik tetap bisa bertahan dengan baik. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengambil beberapa langkah kebijakan proteksionis terkait.
Meski demikian, implementasi kebijakan proteksionis tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. Berbagai faktor internal maupun eksternal justru bisa membuat langkah proteksionisme ini memperlambat pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Lantas, bagaimana dengan kebijakan proteksionis Indonesia yang dilakukan pemerintah?
Implementasi Kebijakan Proteksionis, Untung atau Buntung?
Kebijakan proteksionisme di Indonesia telah banyak dilakukan pemerintah untuk melindungi industri lokal. Berbagai contoh kebijakan proteksionisme telah diimplementasikan, diantaranya seperti:
- Pengenaan tarif impor tinggi
Dengan mengenakan tarif impor yang tinggi, barang impor tidak bisa asal masuk ke dalam pasar Indonesia. Kebijakan ini dijalankan utamanya untuk melindungi pasar lokal dari banjir barang impor serta memberikan waktu bagi pemain dalam negeri untuk berkembang serta meningkatkan daya saing. Salah satu contoh implementasi kebijakan ini adalah penetapan Tarif Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS).
- Pembatasan impor
Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan produk asing yang diimpor memenuhi standar kualitas serta keamanan yang telah ditetapkan pemerintah. Bentuk kebijakan pembatasan impor yakni kehadiran SNI (Standar Nasional Indonesia) untuk komoditas yang banyak dikonsumsi rumah tangga seperti gula, garam dan daging sapi.
- Subsidi dan insentif untuk tarif lokal
Pemerintah juga memberikan subsidi serta insentif guna menarik investor untuk membangun pabrik baru dan industri di Indonesia, maupun menjaga kestabilan sektor strategis seperti pangan dan energi. Kedatangan investor ke dalam industri lokal tentunya membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat, serta meningkatkan potensi kerja sama. Salah satu bentuk riil yang telah terjadi adalah subsidi kendaraan listrik (EV) yang diberikan pemerintah untuk mendorong penggunaan mobil dan motor listrik buatan lokal (produk dari Wuling dan Hyundai yang diproduksi di Indonesia).
Pandangan Ahli
Meskipun telah menjalankan berbagai kebijakan untuk melindungi industri lokal, nyatanya perkembangan ekonomi masih belum berjalan maksimal sesuai perkiraan ahli ekonom. Center of Indonesian Policy Studies (CIPS), selaku lembaga thinktank independen yang berfokus pada kebijakan publik berbasis riset juga menyatakan poin yang sama.
Peneliti CIPS Hasran menyatakan bahwa birokrasi yang rumit, pembatasan kuota dan perizinan, penentuan waktu impor, serta hambatan non-tarif lain berdampak negatif pada iklim investasi dan nilai ekspor Indonesia. Hasran mendukung langkah yang diambil pemerintah untuk memangkas peraturan yang menghambat investasi dan meningkatkan ekspor Indonesia. Namun, hal ini justru dirasa bersebrangan dengan kebijakan proteksi impor.
Baca Selanjutnya: Pembentukan Satgas Deregulasi Indonesia
Hasran menilai bahwa pemerintah sebaiknya mengedepankan kebijakan yang mendorong peningkatan produktivitas industri, dibanding menambah hambatan non-tarif atau kebijakan proteksionis. Modernisasi dan transfer teknologi dinilai penting untuk menekan biaya produksi, meningkatkan daya saing, serta memberi manfaat langsung bagi tenaga kerja.
Lebih lanjut, CIPS juga menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan ruang yang cukup bagi pelaku industri untuk menentukan dan memperoleh bahan baku yang sesuai standar kualitas. Dalam kondisi tertentu, impor dapat menjadi solusi yang masuk akal guna memastikan kelancaran proses produksi dan terpenuhinya kebutuhan pasar.
Kebijakan TKDN Rugikan Industri Nasional
TKDN atau Tingkat Komponen Dalam Negeri merupakan salah satu kebijakan proteksionisme yang diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia. Dalam praktiknya, kebijakan TKDN dijalankan untuk mendorong penggunaan produk, jasa, serta tenaga kerja lokal dalam berbagai sektor, khususnya industri strategis.
Secara teori, TKDN sendiri berarti persentase nilai komponen lokal (barang, jasa maupun SDM) dalam suatu produk maupun proyek yang dilakukan di Indonesia. Sebagai contoh, jika sebuah pabrik memproduksi mesin listrik dimana 40% dari bahan baku, proses produksi hingga tenaga kerja berasal dari Indonesia, maka produk mesin listrik tersebut TKDNnya adalah 40%.
Kebijakan proteksionis TKDN ini awalnya dibuat untuk beberapa tujuan, diantaranya seperti:
- Mendorong pertumbuhan industri lokal agar tidak kalah bersaing dengan barang impor
- Mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku dan barang jadi
- Menciptakan lapangan kerja dalam negeri
- Meningkatkan daya saing industri nasional melalui transfer teknologi dan penguatan rantai pasok lokal
Meski demikian, implementasi langsung kebijakan TKDN dipercaya banyak ahli justru merugikan industri nasional. Dukungan berlebih pemerintah kepada industri lokal justru menurunkan semangat untuk berkompetisi, melakukan inovasi dan membuka pasar baru.
Jika hal tersebut terjadi secara berkepanjangan, produk dalam negeri yang dijual di pasaram akan mengalami penurunan kualitas dengan harga yang juga kurang kompetitif. Nantinya, hal ini dapat mempengaruhi daya beli konsumen yang lebih memilih produk impor berkualitas.
Banyak ahli yang justru menyarankan pemerintah untuk mempermudah proses masuknya Foreign Direct Investment (FDI) untuk bisa menggerakkan ekonomi. Dengan begitu, investasi asing dapat hadir dan diarahkan untuk membangun pabrik di Indonesia. Pertukaran ilmu dan juga perkembangan inovasi dapat terjadi dengan kehadiran pihak asing dalam industri lokal.
Kebijakan proteksionisme dilakukan pemerintah dengan tujuan baik, untuk melindungi industri dalam negeri. Meski demikian, tidak setiap praktik dan implementasi peraturannya bisa berpengaruh baik, justru malah melukai ekonomi negara. Efektivitas kebijakan ini sangat tergantung pada eksekusi kebijakan, kesiapan industri dalam negeri, serta kemampuan pemerintah menjaga keseimbangan antara proteksi dan keterbukaan ekonomi.
Peraturan ini tentunya akan memberikan dampak positif maupun negatif dalam pelaksanaannya. Dibutuhkan eksekusi yang konsisten, transparan serta adaptif secara dua arah baik dari pemerintah maupun pelaku bisnis. Pelaku bisnis juga tetap harus bisa bersaing dan berkembang dengan pemain industri luar negeri, untuk tetap menjadi terdepan di pasarnya.
Tertarik untuk mengembangkan pasar bisnis Anda ke luar negeri? Trade Intelligence Indonesia hadir untuk membantu Anda. Dengan produk TradeInt dari Trade Intelligence Indonesia, Anda bisa mendapatkan berbagai informasi perdagangan internasional penting, untuk pengambilan keputusan yang lebih terpercaya
Platform TradeInt hadir dengan berbagai fitur fungsional yang mudah digunakan seperti informasi detail dari Bill of Lading (B/L), informasi pengiriman barang dari seluruh pelabuhan di dunia, hingga data ekspor impor komoditas produk tertentu. Semua informasi yang tersedia di TradeInt juga didapatkan dari sumber terpercaya dan rutin diperbarui.
Ingin tahu bagaimana Trade Intelligence Indonesia bisa membantu bisnis Anda lebih jauh? Hubungi kami untuk dapatkan demo gratis secara langsung dengan tim kami!